Komunikasi Antar Budaya
A. Latar Belakang Penentuan Tokoh
Dalam tugas yang saya buat ini ada seorang tokoh yang amat saya kagumi bukan karena beliau jago berakting di depan tv, pintar bernyanyi atau bahkan seorang super star yang hebat, saya kagum dengan beliau karena kepemimpinan nya yang gigih dalam melawan penjajahan dimasa dahulu yang dapat membawa banten menjadi sebuah tempat yang paling ditakuti pada jaman nya, dengan kepemimpinannya juga banten bisa menjadi tempat yang aman, tentram dan kaya akan sumber rempah-rempah yang tidak pernah ada ditempat mana pun diluar sana. Terbukti banten memang mempunyai sumber rempah-rempah yang sangat kaya bahkan penjajah dari luar pun ingin menguasai tempat ini mulai dari kedatangan VOC yang mulanya menjadi rekan dagang lalu pejajahan belanda dan jepang.
Sultan Ageng juga seorang pemimpin yang gagah berani, cerdas dan pintar dalam menghadapi segala masalah, beliau juga seringkali manjadi pemimpin pasukan perang untuk melawan penjajahan yang pada saat itu banyak sekali terjadi kekerasan, pembunuhan, pemerasan bahkan penganiayaan, beliau juga ingin menjadikan banten sebagai tempat kerajaan islam terbesar serta mensejahterakan masyarakat-masyarakat banten dengan membuka sawah-sawah yang baru dan menjadikan banten sebagai pelabuhan internasional sehingga dapat meningkatkan penghasilan di bidang perekonomian. Bahkan karena bantuan yang sangat besar dari beliau perekonomian dibanten pun bisa maju pesat di kala itu.
Dengan adanya cerita-cerita di atas maka tak salah jika saya sangat mengagumi beliau sebagai tokoh kepemimpinan yang saya hormati yang rela mengorbankan dirinya hanya untuk kepentingan orang banyak, yang sangat membantu melawan penjajahan yang terkenal kejam, mengusir para kompeni belanda yang terkenal sangat sadis serta membantu perjuangan kemerdekaan diindonesia agar setiap warga indonesia tidak lagi berada dalam keadaan miskin, terinjak-injak bahkan mati karena siksaan dari para penjajah.
B. Tujuan Penulisan
Dengan adanya materi tentang tokoh kepemimpinan ini diharapkan dapat menjadi hal yang positif yang dapat kita kenang serta mengingatkan kita pada jaman dulu betapa sakit dan menderitanya orang-orang yang berjuang untuk kemerdekaan, bahkan tidak sedikit nyawa yang hilang untuk membela tanah air kita ini. Maka dari itu mulai dari sekarang marilah kita lanjutkan perjuangan para pahlawan kita dengan memerangi kebodohan serta segala macam yang bersifat negatif menjadi manusia yang lebih pintar agar dapat memajukan negara yang kita cintai ini.
Mengkaji lebih dalam tentang seorang pemimpin yang hingga saat ini masih dikenang nama dan jasa-jasanya, mampu memberikan pesan moral yang dapat kita aplikasikan dalam kehidupan kita sehari-hari.
C. Manfaat Penulisan
Semoga dengan lahirnya tulisan ini yang banyak berisi tentang kepemimpinan suatu tokoh pahlawan bisa mendatangkan banyak manfaat yang positif bagi kita semua dan khususnya bagi saya pribadi, dan serta merta dapat menjadi tolak ukur bagi kita agar bisa menjadi manusia yang pintar, lebih baik dari sebelumnya dan berguna, tidak hanya berguna bagi diri pribadi bahkan berguna bagi nusa dan bangsa.
Mampu menambah wawasan bagi setiap orang yang membacanya dan menambah referensi yang berkenaan dengan masalah kepemimpinan, mengenang kembali masa kejayaan pada jaman dahulu dan meningkatnya rasa hormat kita terhadap setiap para pahlawan yang gugur dengan berani untuk mendapatkan kemerdekaan yang sekarang kita rasakan ini.
BAB II
Sejarah Banten
Banten sebagaimana nama suatu wilayah sudah dikenal dan diperkenalkan sejak abad ke 14. Mula-mula Banten merupakan pelabuhan yang sangat ramai disinggahi kapal dan dikunjungi pedagang dari berbagai wilayah hingga orang Eropa yang kemudian menjajah bangsa ini. Pada tahun 1330 orang sudah menganal sebuah negara yang saat itu disebut Panten, yang kemudian wilayah ini dikuasai oleh Majapahit di bawah Mahapatih Gajah Mada dan Raja Hayam Wuruk.
Pada masa-masa itu Kerajaan Majapahit dan Kerjaan Demak merupakan dua kekuatan terbesar di Nusantara. Tahun 1524 - 1525 para pedagang Islam berdatangan ke Banten dan saat itulah dimulai penyebaran agama Islam di Banten. Sekitar dua abad kemudian berdiri Kadipaten Banten di Surasowan pada 8 Oktober 1526. Pada tahun 1552 - 1570 Maulana Hasanudin Panembahan Surasowan menjadi Sultan Banten pertama, kemudian lambat laun munculah seorang sultan-sultan baru sebagai pengganti sultan maulana hasanudin hingga akhirnya sampai kepada Sultan Ageng Tirtayasa yang kemudian menjadi penerus Sultan di kerajaan Banten.
Riwayat Hidup Sultan Ageng Tirtayasa
Sultan Ageng Tirtayasa (Banten, 1631 – 1692) adalah putra Sultan Abu al-Ma'ali Ahmad yang menjadi Sultan Banten periode 1640-1650. Ketika kecil, ia bergelar Pangeran Surya. Ketika ayahnya wafat, ia diangkat menjadi Sultan Muda yang bergelar Pangeran Ratu atau Pangeran Dipati. Setelah kakeknya meninggal dunia, ia diangkat sebagai sultan dengan gelar Sultan Abdul Fathi Abdul Fattah.
Sultan Ageng Tirtayasa (1631-1692)
adalah putra Sultan Abu al-Ma'ali Ahmad yang menjadi Sultan Banten periode 1640-1650. kemudian diangkat sebagai sultan dengan gelar Sultan Abdul Fathi Abdul Fattah.
Nama Sultan Ageng Tirtayasa tersebut merupakan sebuah gelar yang berasal ketika ia mendirikan keraton baru di dusun Tirtayasa (terletak di Kabupaten Serang). Beliau juga banyak memimpin perlawanan penjajahan saat itu, beliau merupakan seorang pemimpin yang sangat berani melawan penjajah dan setelah wafat lalu beliau dimakamkan di Mesjid Banten.
Berikut ini adalah nama Raja-raja yang pernah bertahta di kesultanan banten pada jaman dahulu :
Nama-nama RAJA di Kesultanan Banten
Nama dan masa berkuasa
1. Maulana Hasanudin Panembahan Surusowan
(1525 – 1552)
2. Maulana Yusuf Panembahan Pekalangan Gede
(1552- 1570)
3. Maulana Muhammad Pangeran Ratu Ing Banten
(1570 – 1580)
4. Sultan Abdul Mufakir Machmud Abdulkadir Kenari
(1580 – 1598)
5. Sultan Abdul Ma'ali Achmad Kenari
(1598 – 1640)
6. Sultan Ageng Tirtayasa Abul Fath Abdul Fatah
(1640 – 1650)
7. Sultan Haji Abunasr Qahar
(1651 – 1672)
8. Sultan bul Fadhal
(1672 – 1687)
9. Sultan Abdul Mahasin Zainul Abidin
(1687 – 1690)
10. Sultan Muhamad Syifa Zainul Arifin
(1690 – 1733)
11. Sultan Syarifudin Ratu Wakil
(1733 – 1750)
12. Sultan Muhammad Wasizainul Alimin
(1750 – 1752)
13. Sultan Muhammad Arief Zaenul Asyikin
(1752 – 1753)
14. Sultan Abdul Mafakin Muhammad Aliyudin
(1753 – 1773)
15. Sultan Muhyidin Zainussolihin
(1773 – 1799)
16. Sultan Muhammad Ishak Ainul Mutakin
(1799 – 1801)
17. Sultan Wkil Pangeran Matawijaya
(1801 – 1803)
18. Sultan Aqiludin (Aliyudin II)
(1803 – 1803)
19. Sultan Wakil Pangeran Suramanggala
(1803 – 1808)
20. Sultan Muhammad Syafiudin
(1808 – 1809)
21. Sultan Muhammdad Rafiudin (1809 – 1813)
Residen yang pernah Menjabat di Banten pada Masa pemerintahan Hindia Belanda
Nama dan Masa berkuasa
1. J.De Brujin WD (1817 – 1818)
2. C.Van Wit (1818 – 1819)
3. J.de Puij (1819 – 1819)
4. Mr.JH Pebias (1819 – 1821)
5. P.Van de Poel (1821 – 1822)
6. A.Abrahami de Melurda (1822 – 1827)
7. E.H.Smulders (1827 – 1835)
8. JHR.TL.Herra Sicama (1835 – 1839)
9. JHR.CF Golman (1839 – 1843)
10. D.A.brujn (1843 - 1851
11. G.A.R. Wiggers (1851 – 1855)
12. G.P.Brest Van Kempen 1855 - 1857
13. CF. de Laneij (1857 – 1862)
14. O.Van Pelanen Petal (1862 – 1865)
15. J.H.Van der Palm (1865 – 1872)
16. B.Van Baak (1872 – 1874)
17. F.E.P.van der Bosch (1874 – 1877)
18. W.F.van Andel (1877 – 1878)
19. Mr.J.P.Metman (1878 – 1881)
20. A.J. Span (1881 – 1884)
21. E.A.Engerbecht (1884 – 1888)
22. J.A.Felders (1888 – 1892)
23. B.H.H. Ravenswaaij (1892 – 1893)
24. J.A.Velders (1893 – 1895)
25. J.A.hardeman (1895 – 1906)
26. F.R.Oferdiwijn (1906 – 1911)
27. C.W.A. van Rinsun (1911 – 1913)
28. H.L.C.B Fleulon (1913 – 1916)
29. Bijleveld (1916 – 1918)
30. W.C. Thime (1918 – 1920)
31. C.Cane (1920 – 1921)
32. J.C. Bedding (1921 – 1925)
33. De Vries (1925 – 1925)
34. F.F.Putman Granner (1925 – 1931)
35. J.C. de Kanter (1931 – 1933)
36. J.M. van der Elst (1933 – 1937)
37. J.R.van de Buesekom (1937 – 1941)
38. Mr.W.H. Courts (1941 – 1942)
Silsilah Sultan Ageng Tirtayasa
Anak Sunan Gunung Jati (nombor 1) bin Sultan Umdatullah bin Saiyid Ali Nurul Alam ialah;
1. Maulana Sultan Hasanuddin, iaitulah Sultan Banten yang pertama (I) atau Sultan Habibullah Umar Imaduddin atau digelar dengan Pangeran Jaya Kelana, wafat tahun 1059 H/1649 M.
2. Muhammad Hasyim atau Pengeran Paserahan Kedua, makamnya di Gunung Jati.
3. Pangeran Paserahan Umdatuddin Husein, makamnya berdekatan dengan Gunung Jati. Maulana Sultan Hasanuddin bin Sunan Gunung Jati bin Saiyid Ali Nur Alam memperoleh dua orang anak iaitu Maulana Sultan Yusuf (Sultan Banten II), wafat di Cerebon pada 1070 H/1659 M. Seorang lagi bernama Maulana Abdul Aziz, wafat pada 1061 H/1650 M di Cerebon.Anak Maulana Sultan Yusuf bernama Sultan Muhammad. Anak Sultan Muhammad bernama Sultan Abdul Mafakhir. Seterusnya anak Sultan Abdul Mafakhir bernama Sultan Abdul Ma’ali Ahmad. Anak Sultan Abul Ma’ali Ahmad bernama Abdul Fattah atau Sultan Ageng.
Beliau inilah sahabat dan ayah mertua Syeikh Yusuf Tajul Khalwati yang berasal dari Bugis yang sangat terkenal itu. Anak Sultan Ageng Tirtayasa bernama Abun Nasar Abdul Qahhar, yang terkenal dengan sebutan Sultan Haji.
Silsilah yang disebutkan di atas memang cukup rumit untuk dibicarakan.
A. Riwayat Masa Kecil
Pada masa kecilnya Sultan Ageng adalah seorang warga pribumi yang anti-Belanda, karena tingkah laku Belanda yang menyalahi rasa sopan santun dan rasa keadilannya terhadap orang-orang pribumi yang ada disekitarnya. Beliau adalah putra Sultan Abu al-Ma'ali Ahmad (memerintah 1640-1650) serta cucu dari Sultan Abdul Mufahir Mahmud Abdul Kadir (memerintah 1605-1640). Masa mudanya, Sultan Ageng Tirtayasa diberi gelar Pangeran Surya. Di masa kanak-kanak beliau merupakan anak yang cerdas, pandai dan cakapan sehingga pada saat itu banyak orang yang sayang dan perhatian kepadanya. Kemudian setelah ayahnya wafat, sang kakek yang merupakan salah satu orang yang paling disayangi oleh beliau mengangkatnya sebagai Sultan Muda yang bergelar Pangeran Ratu atau Pangeran Dipati. Beliau diangkat sebagai sultan yang kemudian diberi gelar menjadi Sultan Abdul Fathi Abdul Fattah setelah kakeknya tersebut meninggal dunia.
B. Kehidupan Keluarga dan Lingkungannya
• Kehidupan Keluarga Sultan Ageng Tirtayasa
Sultan Ageng Tirtayasa mempunyai dua orang anak yaitu Sultan Haji dan Pangeran Purbaya, namun sultan Haji sangat iri kepada Pangeran Purbaya yang telah banyak mempunyai andil besar di banten dan mulai saat itulah pergejolakan diantara keduanya dimulai. Melihat keadaan itu belanda ingin memanfaatkan peluang tersebut untuk mendapatkan banten, lalu Belanda ikut campur dengan bersekutu dengan Sultan Haji untuk menyingkirkan Sultan Ageng Tirtayasa. Saat Tirtayasa mengepung pasukan Sultan Haji di Sorosowan (Banten), Belanda membantu Sultan Haji dengan mengirim pasukan yang dipimpin oleh Kapten Tack dan de Saint Martin.
Sultan Ageng Tirtayasa adalah seorang sultan yang anti-Belanda, karena tingkah laku Belanda yang menyalahi rasa sopan santun dan rasa keadilannya. Sebaliknya Pangeran Gusti yang diangkat sebagai Sultan Pembantu (Raja Muda) pada 1671 dengan gelar Sultan Abdul Kahar, dekat dengan Belanda. Justru karena itu ia menjadi pintu masuknya pengaruh, bahkan kekuasaan, Belanda di Banten.
Pangeran Purbaya dari Banten
Pangeran Purbaya adalah putra Sultan Ageng Tirtayasa raja Banten (1631-1692). Ia mendukung perjuangan ayahnya dalam perang melawan VOC tahun 1656. Pangeran Purbaya juga diangkat menjadi putra mahkota baru karena Sultan Haji (putra mahkota yang asli) memihak VOC. Setelah berperang sekian lama, Sultan Ageng Tirtayasa akhirnya tertangkap bulan Maret 1683, dan Banten pun jatuh ke tangan VOC. Pangeran Purbaya dan istrinya yang anti VOC bernama Raden Ayu Gusik Kusuma melarikan diri ke Gunung Gede. Penderitaan Purbaya membuat dirinya memutuskan untuk menyerah. Namun, ia hanya mau dijemput oleh perwira VOC yang berdarah pribumi.
Saat itu VOC sedang sibuk menghadapi gerombolan Untung Suropati. Kapten Ruys pemimpin benteng Tanjungpura berhasil membujuk Untung Suropati agar bergabung dengan VOC daripada hidup sebagai buronan. Untung Suropati bersedia. Ia pun dilatih ketentaraan dan diberi pangkat Letnan. Untung Suropati kemudian ditugasi menjemput Pangeran Purbaya di tempat persembunyiannya. Namun datang pula pasukan VOC lain yang dipimpin Vaandrig Kuffeler, yang memperlakukan Purbaya dengan tidak sopan. Sebagai seorang pribumi, Untung Suropati tersinggung dan menyatakan diri keluar dari ketentaraan. Ia bahkan berbalik menghancurkan pasukan Kuffeler.
Pangeran Purbaya yang semakin menderita memutuskan tetap menyerah kepada Kapten Ruys di benteng Tanjungpura, sedangkan istrinya, yaitu Gusik Kusuma pulang ke negeri asalnya di Kartasura dengan diantar Untung Suropati.
• Lingkungan Sultan Ageng Tirtayasa
Selaku penguasa Banten, Sultan Abdul Fathi Abdul Fattah dikenal tegas dan cakap dalam menjalankan roda pemerintahan. Dia pun berusaha untuk mengembalikan kejayaan Banten seperti pada waktu pemerintahan dua pendahulunya, yakni Sultan Maulana Hasanuddin dan Sultan Yusuf. Guna mewujudkan harapan tersebut, sultan langsung mengeluarkan sejumlah kebijakan. Antara lain, memajukan perdagangan Banten dengan meluaskan daerah kekuasaan dan mengusir Belanda dari Batavia. Berkat kebijakannya itu, dalam waktu tidak terlalu lama, Banten telah menjadi kota pelabuhan dagang yang penting di Selat Malaka. Kondisi ini tidak disukai VOC. Mereka lantas memblokade Banten.
Dari sebelum memerintah, sebenarnya Sultan Abdul Fathi telah mengamati bahwa kedudukan Belanda di Batavia pada satu saat nanti akan membahayakan Banten. Dengan monopoli perdagangan VOC di Batavia, tentu sangat merugikan kehidupan perekonomian Banten pada umumnya. Para pedagang asal Cina dan Maluku yang biasanya berlabuh di Banten, dipaksa untuk singgah di Batavia. Tiga tahun sudah blokade berjalan dan dampaknya kian terasa. Maka dengan terpaksa Banten mengadakan perjanjian dengan VOC yang menyatakan bahwa hak-hak Belanda diakui dan perdagangan Banten dibatasi oleh Belanda. Akan tetapi, beberapa bulan itu, Sultan Abdul Fathi meniadakan perjanjian tadi dan menjadikan Banten sebagai pelabuhan terbuka.
Pada saat bersamaan, Sultan Abdul Fathi juga berkeinginan mewujudkan Banten menjadi kerajaan Islam terbesar. Ada dua hal yang ia lakukan. Pertama, di bidang ekonomi, kesejahteraan rakyat ditingkatkan melalui pencetakan sawah-sawah baru serta irigasi yang sekaligus berfungsi sebagai sarana perhubungan. Kedua di bidang keagamaan, ia mengangkat Syekh Yusuf, seorang ulama asal Makassar, menjadi muftikerajaan yang bertugas menyelesaikan urusan keagamaan dan penasehat sultan dalam bidang pemerintahan. Selain itu, sultan memang terkenal sangat menaruh perhatian bagi pengembangan agama Islam. Oleh karenanya dia menggalakkan pendidikan agama, baik di lingkungan kesultanan maupun di masyarakat melalui pondok pesantren. Agama Islam pun berkembang pesat, terlebih ditunjang dengan banyaknya sarana dan prasarana peribadatan seperti mushala dan masjid.
Di masa pemerintahannya, Sultan Abdul Fathi punya dua orang putra, yakni Pangeran Gusti (Sultan Haji) dan Pangeran Purbaya. Putra mahkota adalah putranya yang tertua, Pangeran Gusti. Namun sebelum diserahi tanggung jawab selaku sultan muda, Pengeran Gusti dikirim ayahnya ke Tanah Suci, Makkah, guna menunaikan ibadah haji. Ini dimaksudkan agar Pengeran Gusti dapat melihat dari dekat perkembangan Islam di berbagai negara demi meluaskan wawasan bagi pengembangan agama di Banten. Selama Pengeran Gusti berada di Makkah, tugas-tugas pemerintahan untuk sementara dipercayakan kepada Pangeran Purbaya setelah Sultan Abdul Fathi mengundurkan diri.
Beberapa tahun kemudian, Pangeran Gusti kembali ke Banten yang kini lebih dikenal dengan sebutan Sultan Haji. Namun dia melihat peranan yang makin besar dari adiknya dalam menjalankan pemerintahan. Hal ini memicu pertikaian antara Sultan Haji dan Pangeran Purbaya, demikian pula antara Sultan Haji dan sultan. Sejak Sultan Abdul Fathi bertentangan dengan anaknya, beliau sering pergi ke dusun Tirtayasa (terletak di Kabupaten Serang) dan mendirikan keraton baru. Karena itulah, orang lantas lebih mengenalnya dengan sebutan Sultan Ageng Tirtayasa.
Sebutan ini menjadi masyhur bahkan di kalangan bangsa asing. Adanya konflik di internal kesultanan, rupanya tidak luput dari perhatian Belanda. Mereka memanfaatkan kondisi ini dan mendekati Sultan Haji agar menentang kebijakan ayahnya. Belanda juga 'memanas-manasi' Sultan Haji sehingga mencurigai Sultan Ageng Tirtayasa serta menyangka ayahnya kelak akan mengangkat Pengeran Purbaya sebagai sultan. Kekhawatiran ini membuat Sultan Haji bersedia mengadakan perjanjian dengan Belanda yang intinya adalah persekongkolan merebut kekuasaan dari tangan Sultan Ageng Tirtayasa. Tahun 1681, Sultan Haji mengkudeta ayahnya dari tahta kesultanan. Sementara itu, Sultan Ageng setelah penggulingan kekuasaan tersebut, tidak lantas berdiam diri. Beliau langsung menyusun kekuatan bersenjata guna mengepung Sultan Haji di Sorosowan (Banten). Karena terus terdesak, akhirnya Sultan Haji meminta bantuan Belanda. Kaum imperialis ini segera mengirimkan ribuan tentara ke Banten untuk melepaskan Sultan Haji.
Dipimpin Kapiten Tack dan de Saint Martin, Belanda juga menyerang benteng Tirtayasa dan dapat menaklukkannya meski menderita kerugian besar. Akan tetapi sebelum Belanda memasuki benteng tersebut, Sultan Ageng Tirtayasa sempat terlebih dulu membakar seluruh isi benteng dan lantas melarikan diri bersama Pangeran Purbaya dan pengikutnya. Walau pertahanan terakhir Sultan Ageng sudah jatuh, namun Belanda tidak otomatis dapat memadamkan perlawanan rakyat Banten.Sultan Ageng masih mengadakan perjuangan secara gerilya. Akan tetapi, lama kelamaan Belanda dapat mendesak mereka ke wilayah selatan. Hingga kemudian di tahun 1683, Sultan Ageng Tirtayasa tertangkap melalui tipu muslihat Belanda dan Sultan Haji. Beliau akhirnya dipenjarakan di Batavia sampai meninggalnya pada tahun 1692.
Atas permintaan pembesar dan rakyat Banten, jenazah Sultan Ageng Tirtayasa dapat dibawa kembali ke Banten. Pemimpin kharismatik ini lantas dimakamkan di sebelah utara Masjid Agung Banten. Atas jasa-jasanya itu, pemerintah menganugerahi gelar Pahlawan Nasional kepada Sultan Ageng Tirtayasa tahun 1975.
Pergerakan melawan penjajah yang beliau lakukan
Sultan Agung beberapa kali melancarkan peperangan antara Mataram dengan VOC. Tercatat dua kali Sultan Agung mengadakan serangan ke VOC di Batavia, yaitu pada tahun 1628 dan 1629. Bahkan serangan kedua dipersiapkan dengan baik di antaranya dengan kekuatan Dipati Ukur dan pemenuhan logistik dengan dibukanya areal persawahan di sekitar Karawang, Cirebon, dan daerah pantai utara Jawa serta
pengerahan armada angkatan lautnya. Namun dua kali serangan Sultan Agung menemui kegagalan. Selain melakukan serangan ke Batavia, beliau melakukan perluasan daerah di antaranya menaklukan Kadipaten Path'i (Pati) dan melakukan diplomasi persahabatan dan persekutuan dengan Panembahan Ratu dari Kesultanan Cirebon.
C. Pendidikan Formal dan Non Formal
Dimasa kecilnya sultan ageng adalah seorang anak kecil biasa yang sama seperti anak-anak yang lainnya, disaat itu belum ada pendidikan formal yang bisa mengajarinya karena situasi pada saat itu banyak terjadi peperangan. Oleh karenanya nya beliau hanya diajari oleh ayah dan kakeknya untuk menjadi orang pintar berperang dan berguna bagi nusa dan bangsa agar bisa mengusir musuh dari negara kita yang tercinta ini.
Dimasa mudanya, Sultan Ageng Tirtayasa diberi gelar Pangeran Surya yang Kemudian setelah kakeknya wafat, Beliau diangkat sebagai sultan yang kemudian diberi gelar menjadi Sultan Abdul Fathi Abdul Fattah.
BAB III
Karya besar Tokoh
A. Prestasi Sultan Ageng Tirtayasa
Kejayaan Banten yang pernah menembus dunia internasional harus dijaga dan lebih ditingkatkan dalam perkembangannya. Bahkan Banten pernah memiliki mata uang sendiri yang digunakan untuk berdagang dengan dunia luar. Bahkan orang-orang Barat dari Denmark, Portugis dan Belanda bisa hidup berdampingan di Banten. Ini mencerminkan betapa kejayaan Banten demikian maju saat itu.
Sultan Ageng Tirtayasa “Gigih Menentang Penjajah”
Perjuangan gigih rakyat Banten dalam menghadapi penjajah Belanda sekitar abad 17 lalu, telah menorehkan tinta emas dalam sejarah perjalanan bangsa Indonesia. Dan dari sekian banyak pemimpin perlawanan di Banten, salah satu yang terkenal adalah Sultan Ageng Tirtayasa (1631-1692). Dia adalah putra Sultan Abu al-Ma'ali Ahmad (memerintah 1640-1650) serta cucu dari Sultan Abdul Mufahir Mahmud Abdul Kadir.
Sultan Ageng Tirtayasa berkuasa di Kesultanan Banten pada periode 1651 - 1682. Ia memimpin banyak perlawanan terhadap Belanda. Masa itu, VOC menerapkan perjanjian monopoli perdagangan yang merugikan Kesultanan Banten. Karena Sultan Ageng adalah orang yang sangat pintar, cerdas dan berpengalaman dalam strategi peperangan kemudian Tirtayasa menolak perjanjian ini dan menjadikan Banten sebagai pelabuhan terbuka. Akibat dari keputusan Sultan Ageng tersebut terbukti dalam beberapa tahun kemudian banten menjadi sebuah tempat yang sangat subur rempah-rempahnya, kehidupan dibanten sejahtera dan keadaannya juga aman tentram.
Dan pada saat itu, Sultan Ageng Tirtayasa juga ingin mewujudkan Banten sebagai kerajaan Islam terbesar. Di bidang ekonomi, Tirtayasa berusaha meningkatkan kesejahteraan rakyat dengan membuka sawah-sawah baru dan mengembangkan irigasi. Di bidang keagamaan, ia mengangkat Syekh Yusuf sebagai mufti kerajaan dan penasehat sultan.
Kesultanan Banten
Kesultanan Banten berawal ketika Kesultanan Demak memperluas pengaruhnya ke daerah barat. Pada tahun 1524-1525, Sunan Gunung Jati bersama pasukan Demak menaklukkan penguasa lokal di Banten, dan mendirikan Kesultanan Banten yang berafiliasi ke Demak.
Anak dari Sunan Gunung Jati (Hasanudin) menikah dengan seorang putri dari Sultan Trenggono dan melahirkan dua orang anak. Anak yang pertama bernama Maulana Yusuf. Sedangkan anak kedua menikah dengan anak dari Ratu Kali Nyamat dan menjadi Penguasa Jepara. Terjadi perebutan kekuasaan setelah Maulana Yusuf wafat (1570). Pangeran Jepara merasa berkuasa atas Kerajaan Banten daripada anak Maulana Yusuf yang bernama Maulana Muhammad karena Maulana Muhammad masih terlalu muda. Akhirnya Kerajaan Jepara menyerang Kerajaan Banten. Perang ini dimenangkan oleh Kerajaan Banten karena dibantu oleh para ulama.
Kerajaan Banten mencapai puncak kejayaannya pada masa pemerintahan Abu Fatah Abdulfatah atau lebih dikenal dengan nama Sultan Ageng Tirtayasa. Saat itu Pelabuhan Banten telah menjadi pelabuhan internasional sehingga perekonomian Banten maju pesat.
B. Penghargaan-penghargaan Sultan Ageng Tirtayasa
Pada saat Sultan Ageng Tirtayasa tertangkap oleh belanda dan Sultan Haji melalui tipu muslihat mereka beliau akhirnya tertangkap lalu dipenjarakan di Batavia sampai akhirnya beliau meninggal pada tahun 1692.
Atas permintaan pembesar dan rakyat Banten, jenazah Sultan Ageng Tirtayasa dapat dibawa kembali ke Banten. Pemimpin kharismatik ini lantas dimakamkan di sebelah utara Masjid Agung Banten. Atas jasa-jasanya itu, pemerintah menganugerahi gelar Pahlawan Nasional kepada Sultan Ageng Tirtayasa tahun 1975.
C. Signifikasi Karya Terhadap Masyarakat
Era Keemasan Banten (Abad XVII)
Komunitas Banten mengalami transisi agama dari Hindu ke Islam, dan berlakunya model kehidupan perkotaan dengan jenis peradaban yang mengacu pada pranata budaya keraton Surasowan sebagai pusat politik, ekonomi, dan sosial keagamaan. Kota Banten dengan kluster-klusternya menjadi tempat ideal bagi berkembangnya budaya kosmopolitan. Kehidupan masyarakat kota ditentukan oleh hierarki sosial sebagai suatu keharusan dalam sistem pemerintahan monarki Islam. Dalam bidang ekonomi, Banten telah mencapai era kejayaan. Perdagangan lada menjadi tumpuan utama politik ekonomi, yang telah menarik minat berdagang dari bangsa-bangsa Eropa, Cina, India dan Nusantara untuk melakukan transaksi ekonomi.
Era keemasan Banten berlangsung antara 1619 – 1682 yang dipercepat oleh realisasi kebijakan perdagangan berorientasi lintas-benua. Otoritas Banten mampu memenangi persaingan ekonomi politik antara Banten, Mataram dan VOC sebagai tiga kekuatan seimbang di Laut Jawa. Esensi kemajuan ekonomi ditentukan oleh ekspor besar-besaran lada, impor sejumlah besar berbagai jenis wadah keramik dan produk manufaktur. Dalam bidang politik, struktur pemerintahan menunjukkan model paling lengkap yang membagi kekuasaan ke dalam dua kelompok kepentingan, yaitu kaum birokrat yang berbasiskan keluarga raja untuk menempati pos-pos administrasi internal dan kaum teknokrat yang diberikan kewenangan melaksanakan kebijakan ekonomi dengan menempati pos-pos administrasi eksternal. Hubungan dengan pedagang asing dan hubungan diplomatik dengan Inggris, Denmark dan Perancis dipromosikan sebagai alternatif politik ekonomi kesultanan.
Pada masa pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa ini, puncak peradaban Banten ditampakkan oleh kokohnya benteng kota, kemegahan keraton, keagungan masjid. Istana Tirtayasa yang dibangun di antara kanal-kanal antara Ciujung dan sungai Pontang telah memainkan peran penting bagi berjalannya pemerintahan, perdagangan, pendidikan dan pengajaran Islam, di bawah bayang-bayang ancaman Batavia sejak 1612.
D. Prinsip dan Moto Hidup
Awal Pemerintahan Sultan Ageng di Banten telah menjadikan banten sebagai daerah yang sangat kaya akan rempah-rempahnya serta mendidik masyarakat tentang agama islam. Namun sampai sekarang belum ada bukti bahwa masyarakat Banten telah mengadopsi sistem pemerintahan model India. Di tengah kevakuman pemerintahan antara abad I sampai dengan abad VI, kearifan budaya lokal Banten terus berevolusi. Struktur masyarakat masih sederhana dengan berpedoman pada prinsip-prinsip hidup egaliter yang mengutamakan kegotong royongan dalam berbagai aktivitas kehidupan. Organisasi politik mengacu pada prinsip primus inter pares (pemerintahan yang dipegang oleh tetua masyarakat atau kaolotan), yang mendapat mandat masyarakat dan legitimasi religius-magis.
Banten Pasca Kemerdekaan
Setelah memasuki masa kemerdekaan, muncul keinginan rakyat Banten untuk membentuk sebuah propinsi. Niatan tersebut pertama kali mencuat di tahun 1953 yang kemudian pada 1963 terbentuk Panitia Propinsi Banten di Pendopo Kabupaten Serang. Dalam pertemuan antara Panitia Propinsi Banten dengan DPRD-GR sepakat untuk memperjuangkan terbentuknya Propinsi Banten.
Pada tanggal 25 Oktober 1970 Sidang Pleno Musyawarah Besar Banten mengesahkan Presidium Panitia Pusat Propinsi Banten. Namun ternyata perjuangan untuk membentuk Propinsi Banten dan terpisah dari Jawa Barat tidaklah mudah dan cepat. Selama masa Orde Baru keinginan tersebut belum bisa direalisir.
Pada Orde Reformasi perjuangan masyarakat Banten semakin gigih karena mulai terasa semilirnya angin demokrasi dan isu tentang otonomi daerah. Pada 18 Juli 1999 diadakan Deklarasi Rakyat Banten di Alun-alun Serang yang kemudian Badan Pekerja Komite Panitia Propinsi Banten menyusun Pedoman Dasar serta Rencana Kerja dan Rekomendasi Komite Pembentukan Propinsi Banten (PBB).
Sejak itu mulai terbentuk Sub-sub Komite PBB di berbagai wilayah di Banten untuk memperkokoh dukungan terbentuknya Propinsi Banten. Setelah melalui perjuangan panjang dan melelahkan akhirnya pada 4 Oktober 2000 Rapat Paripurna DPR-RI mengesahkan RUU Propinsi Banten menjadi Undang-undang No. 23 Tahun 2000 tentang Pembentukan Propinsi Banten.
Banten menjadi Propinsi
Provinsi ini dulunya merupakan bagian dari provinsi Jawa Barat, namun dipisahkan sejak tahun 2000, dengan keputusan Undang-undang no.23 tahun 2000. Wilayahnya mencakup sisi barat dari Provinsi Jawa Barat, yaitu Serang, Lebak, Pandeglang, Cilegon, dan Tangerang. Ibukotanya Serang.
Tanggal 17 Oktober 2000 Presiden Abdurrahman Wahid mengesahkan UU No. 23 Tahun 2000 tentang PBB. Sebulan setelah itu pada 18 Nopember 2000 dilakukan peresmian Propinsi Banten dan pelantikan Pejabat Gubernur H. Hakamudin Djamal untuk menjalankan pemerintah propinsi sementara waktu itu sebelum terpilihnya Gubernur Banten definitif. Pada tahun 2002 DPRD Banten memilih Dr. Ir. Djoko Munandar, MEng dan Hj. Atut Chosiyah sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur Banten pertama.
Propinsi Banten terletak pada koordinat 5°7′50" - 7°1′11" LS dan 105°1′11" - 106°’12" BT dengan Ibukota Propinsi adalah Serang. Luas wilayahnya mencapai 9.160,70 km2 dengan jumlah penduduk 7.451.300 jiwa (2003). Ragam suku bangsa yang mendiami propinsi ini diantaranya: suku Banten, Sunda, Baduy, Jawa, dan Lampung, dan lain-lain. Adapun penyebaran agama yang dianut oleh masyarakat Banten adalah; Agama Islam (96,6%), Kristen (1,2%), Katolik (1%), Budha (0,7%), dan Hindu (0,4%). Bahasa komunikasi sehari-hari yang digunakan dalam masyarakat antara lain Bahasa Indonesia, Jawa-Banten, Sunda, dan Jawa.
BAB IV
Penutup
Banten yang dikenal sekarang merupakan representasi dari berbagai peristiwa sejarah. Dari seluruh peristiwa masa lalu itu, beberapa aspek masih relevan untuk dicatat sekarang. Satu di antaranya mengenai sejarah pemerintahan yang pernah tumbuh dan berkembang pada masa Sultan Ageng Tirtayasa. Pada masa pemerintahan beliau banyak sekali hal positif yang terjadi di banten baik dalam segi kehidupan sosial, ekonomi dan agama. Hal tersebut patutlah kita contoh agar bisa menjadi pemimpin yang jujur, baik, bijak dan arif dalam menyelesaikan setiap persoalan yang terjadi di masyarakatnya.
Apalagi buat para pejabat-pejabat tinggi negara yang sekarang sedang memerintah dinegara ini, jangan bisanya cuma KKN saja, tapi perhatikan dong semua masyarakat di negeri ini banyak sekali yang miskin dan terpencil itu karena ulah-ulah kepemimpinan mereka yang bisanya hanya memakan uang rakyat, tidak tahu tanggung jawab.
Saya harap dengan adanya biografi kepemimpinan Sultan Ageng Tirtayasa ini bisa membuka mata kita betapa sangat menderitanya kehidupan di jaman dahulu, mereka berjuang bertaruh nyawa hanya untuk mendapatkan kemerdekaan seperti yang sekarang sedang kita rasakan bahkan tidak sedikit nyawa yang melayang karena kecintaan mereka kepada tanah air pertiwi ini. Oleh karena itu mulai sekarang marilah kita lanjutkan perjuangan para pahlawan-pahlawan kita ini dengan menjadi seseorang yang bermanfaat bagi nusa dan bangsa kita yaitu, bangsa indonesia tercinta. MERDEKA…
A. Hikmah yang dapat dipetik
1. Jangan mudah putus asa dengan segala permasalahan yang sedang kita hadapi.
2. Pemimpin yang baik harus mementingkan kewajiban orang banyak terlebih dahulu dan selalu perduli dengan semua yang ada disekitarnya.
3. Selalu berpikiran positif dan buang jauh-jauh perasaan negatif.
4. Kita harus menjadi orang yang berguna bagi nusa dan bangsa.
5. Melanjutkan kembali perjuangan para pahlawan dengan menjadi pelajar atau pemimpin yang baik.
6. Selalu mengenang jasa-jasa para pahlawan yang gugur untuk kemerdekaan negara indonesia.
7. Menjadi suri tauladan yang bisa kita contoh kepemimpinannya.
8. Dengan adanya cerita diatas sepatutnyalah kita harus sadar dan merubah diri agar menjadi orang yang lebih baik dari sebelumnya.
9. Jangan saling menyakiti dengan sesama, karena itu sama saja dengan menyakiti diri kita sendiri.
10. Saling gotong-royong dengan sesama dan jangan saling bermusuhan, karena itu dapat membuat persatuan kita menjadi terpecah belah.
B. Kesimpulan.
Sultan Ageng Tirtayasa adalah seorang pemimpin yang gagah berani, cerdas dan pintar dalam menghadapi segala masalah, beliau juga seringkali manjadi pemimpin pasukan perang untuk melawan penjajahan yang pada saat itu banyak sekali terjadi kekerasan, pembunuhan, pemerasan bahkan penganiayaan, beliau juga ingin menjadikan banten sebagai tempat kerajaan islam terbesar serta mensejahterakan masyarakat-masyarakat banten dengan membuka sawah-sawah yang baru dan menjadikan banten sebagai pelabuhan internasional sehingga dapat meningkatkan penghasilan di bidang perekonomian.
Bahkan karena bantuan yang sangat besar dari beliau perekonomian dibanten pun bisa maju pesat di kala itu. Adanya kesultanan Banten, masjid agung, dan menara Banten adalah simbol dan nilai-nilai religius yang telah lama tertanam dalam masyarakat Banten, Oleh karena itu, menjadi keharusan kita sebagai generasi muda untuk mengenal Banten lebih dalam, baik tentang; sejarah, budaya, penduduk, penyebaran agama, pendidikan maupun potensi kewilayahan, demi upaya yang optimal untuk pelestarian Banten.
Demikian Makalah ini saya sajikan, untuk memenuhi tugas EKT I pada mata kuliah Kepemimpinan. Seperti saya katakan diawal, bahwa biografi ini masih sangat jauh dari kekurangan, banyak terdapat kesalahan dan kekurangan, jika di ibaratkan “tak ada gading yang tak retak” artinya walaupun gading sangat kuat tapi lambat laun pasti akan retak juga, seperti biografi yang saya buat ini walaupun menurut saya sudah lengkap tapi pasti masih ada kekurangan didalamnya. Untuk itulah saya mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak, dan khusus dari Dosen Mata Kuliah yang dalam hal ini memiliki kewenangan untuk memberikan penilaian secara langsung mengenai pesembahan Biografi ini.
Semoga dengan adanya tulisan mengenai Sultan Ageng Tirtayasa ini bisa menjadi hal yang positif dikalangan masyarakat, bisa menjadi motifasi bagi setiap yang membacanya serta menimbulkan efek yang baik bagi semua orang dan tentunya saya pribadi.
Kamis, 05 Juni 2008
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar